Jumat, 14 Maret 2014

CERPEN KEPERGIAN SEORANG ADIK KECILKU


S
aat siang hari aku bersama ketiga temanku mampir di sebuah rumah makan di pinggir jalan. Kami duduk memutari sebuah meja berbentuk lingkaran yang diatasnya terdapat sebuah payung besar yang juga berbentuk lingkaran. Ah iya, namaku Erlina
sekarang umurku 24 tahun. Dan ketiga temanku bernama Wijaya, Dian dan Kevin. Wijaya berumur 24 tahun, Dian 25 tahun, dan Kevin 22 tahun. 
"Kevin, apa kau udah dapat kabar dari Ai-chan?" Kataku memulai percakapan.
"Selama 1 bulan ini aku belum dapat kabar apapun darinya." Jawab Kevin. Kemudian seorang pelayan yang sudah berdiri di sampingku bertanya apa yang akan kami pesan dan mencatatnya pada sebuah buku kecil. Setelah mencatat semua pesanan, pelayan itu menyuruh kami menunggu dan berjalan membelakangi kami.
Percakapan yang sempat terputus tadi kami lanjutkan kembali.
"Apa ada diantara kalian yang sudah dapat kabar dari Ai-chan?" Tanyaku sambil mengarahkan pandanganku kepada Wijaya dan Dian.
"Belum. Kalau kamu Yan?" Tanya Wijaya terhadap Dian yang biasa dipanggilnya Yan.
"Sama sekali belum. Aneh, tumben kamu bertanya tentang ini sama kami. Bukankah kamu yang sering berhubungan dengannya dari pada kami."
"Hmmmmm, kemarin malam ibuku pulang telat banget. Kemudian aku bertanya kepada ibuku, kenapa dia pulang telat lalu dia menjawab ada banyak sekali pekerjaan gara-gara atasannya tiba-tiba pulang ke Tokyo katanya sedang ada masalah di sana."
"Kemudian kamu langsung berhenti disana?" Tanya Wijaya. Sebenarnya atasan ibuku adalah ayahnya Ai-chan. Dan sebenarnya Ai-chan adalah orang Jepang.
"Tidak, kemudian aku bertanya kepada ibuku apa masalahnya tapi ibuku tak tahu sama sekali. Kemudian, aku meminta ibuku kalau dia sudah mendapat informasi secepatnya memberitahuku."
Seorang pelayan datang menghampiri meja kami untuk mengantarkan pesanan kami.
“Silahkan dinikmati.” Kata pelayan itu kepada kami berempat yang kemudian kami jawab dengan ucapan terima kasih. Pelayan itu menundukkan kepala dan meningglkan kami.
Tiba-tiba teleponku berbunyi tanda panggilan masuk, dilayar kaca itu tertera sebuah nama yang bertuliskan ibu. Aku menerima telepon itu dan ku keraskan suaranya agar yang lain juga dapat mendengarnya.
“Hallo Ibu, ada apa?”
“Bukankah kemarin kamu bertanya tentang masalah yang sedang dihadadapi atasan Ibu kan?”
“Iya.”
“Kata teman Ibu, anak dari atasan ibu masuk rumah sakit. Katanya dia terkena sirosis atau apalah itu, sekarang sudah sampai stadium akhir.”
Mendengar hal itu rasanya jantungku mau lepas, leherku tercekat, dan bernafaspun menjadi sulit.
“Ibu terima kasih.” Kataku yang kubuat suaraku terdengar biasa.
“Iya.” Setelah itu, aku menutup telepon dari ibuku.
Aku melihat teman-temanku, diraut wajah mereka , seakan mengatakan ini tidak mungkin. Aku mengambil minumanku yang diikuti teman-temanku. Aku meminumnya sampai habis dan akupun mencoba menjernihkan pikiranku. Aku menelepon seseorang.
“Halo....bisakah kau carikan tiket pesawat untuk 4 orang....pesawat apapun boleh....sekarang....dibandara Soekarno Hatta ....iya....makasih....nanti akan kutukar.” Kemudian aku menutup telepon itu dan berbicara kepada teman-temanku.
“Ayo segara ambil baju kalian dan pergi ke bandara Soekarno Hatta. Gak ada gunanya bersedih disini.”
            Aku mengambil uang dan kutaruh diatas meja. Kami semua kembali ke rumah kami masing-masing untuk menyiapkan apa saja yang akan dibawa. Setelah itu kami berkumpul di bandara, disana aku menghampiri seseorang yang tadi kutelepon.
“Makasih.”
“Sama-sama, sana cepetan penerbangan tinggal 5 menit lagi.”
“Ok, sampai jumpa.” Kataku sambil  melambaikan tangan dan meninggalkannya.
            Kami segera masuk ke dalam pesawat dan duduk di tempat duduk kami masing-masing. Aku melihat wajah teman-temanku yang duduk satu deret denganku. Aku berdoa didalam hatiku, semoga Ai-chan tidak apa-apa. Kami semua saling berpengangan tangan. Tanda bahwa, kami semua saling menyemangati. Kevin adalah pacara Ai-chan. Karena itu, dialah yang paling khawatir diantara kami berempat. Keheningan diantara kami terpecah saat seorang pramugari menyuruh penumpang untuk memasang sabuk pengaman, karena pesawat akan segera lepas landas.
            Sesampainya di Tokyo. Kami check in ke hotel, menaruh semua barang-barang kami di kamar masing-masing. Kemudian tanpa membenahi pakaian, kami langsung pergi ke rumah sakit tempat Ai-chan dirawat.
            Disana kami bertemu dengan ayah Ai-chan dan seorang anak kecil berdiri disampingnnya. Ayah Ai-chan cukup lancar berbahasa Indonesia karena dia pernah tinggal lama di Indonesia.
“Paman, bagaimana Ai-chan?” Tanyaku.
“Apakah dia baik-baik saja?” Tanya Kevin.
“Aku senang kalian datang kemari, dia menunggu kalian. Cepat kalian masuk!” Perintahnya.
            Kami masuk kedalam sebuah ruangan. Disini membuatku merinding. Bau rumah sakit memang tidak menyenangkan. Didalam ruangan itu ada sebuah ranjang dan Ai-chan tidur di atas ranjang itu. Ai-chan disambung oleh beberapa selang yang mengarh ke mesin dan 2 buah kantong berwarna merah dan putih. Kami perlahan mendekatinya. Jantungku seperti berhenti berdetak dan seluruh tubuhku bergemetar kuat. Aku mencoba untuk bersuara namun suaraku tak bisa keluar. Aku duduk dikursi yang ada disamping ranjangnya dan yang lain berdiri. Kami berusaha keras untuk tidak meneteskan air mata. Kami berusaha untuk tersenyum. Aku menggenggam rokku dan memanggil namanya. “Ai-chan....”
            Kedua mata Ai-chan terbuka perlah dan dia melihat kami. Dia tersenyum di balik sebuah benda yang menutupi hidung dan mulutnya.
“Kalian akhirnya datang. Aku menunggu kalian.” Suaranya sangat lirih dan kecil hingga aku harus mendekatkan telingaku kemulutnya yang tertutup benda itu.
“Kami datang menemuimu.” Suaraku terdengar serak.
“Dulu aku berjanji, bahawa aku akan mengingat kejadian masa kecilku. Kini aku ingat.”
“Terima kasih Ai-chan. Kami harap kamu cepat sembuh.” Namun dia hanya membalasnya dengan senyuman yang terlihat tulus.
“Aku ingin kalian bahagia.”
“Iya, besamamu Ai-chan.” Sekali lagi ia membalasnya dengan seulas senyum tulus.
“Kevin...” Katanya yang kemudian kuulangi. Aku berdiri dan kini yang duduk di kursi itu adalah Kevin.
“Ada apa Ai-chan?” Suaranyapun juga terdengar serak.
“Kita putus saja ya?”
“Gak, kita gak akan putus.”
“Kamu harus bahagia. Cari penggantiku dan hidup bahagia. Banyak gadis yang lebih baik dariku.”
“Gak, gak akan pernah ada yang sepertimu.”
“Aku menunggu kalian selama ini. Dan kini apa yang kutunggu telah datang. Aku akan menyelesaikan penungguanku selama ini pada hari ini. Terima kasih teman-teman hari-hariku menjadi lebih indah dari yang kubayangkan sebelum bertemu kalian.”
            Kemudian matanya perlahan tertutup dan sebuah layar monitor yang menunjukan detak jantung Ai-chan, yang tadinya ada garis-garis tak beraturan kini menjadi garis lurus. Beberapa orang berbaju putih masuk kedalam ruangan itu. Aku menarik Dian yang tak mau menjauh dari Ai-chan. Sedangkan Wijaya menarik Kevin yang juga tak mau menjauh dari Ai-chan.
            Diluar ruangan itu, kami berempat menangis sambil mengingat kenangan-kenangan indah bersama Ai-chan. Saat kita tertawa dan menangis bersamanya. Ayah Ai-chan juga, meneteskan air matanya. Kemudian anak kecil yang berdiri disamping ayah Ai-chan bertanya kepada ayah Ai-chan dengan bahasa Jepang yang kami mengerti, karena Ai-chan sudah pernah mengajari kami bahasa Jepang.
“Ayah-ayah, kenapa Ayah menangis dan mereka juga?” Ayah Ai-chan berjongkok hingga tinggi mereka hampir sama.
“Hiroshi, kakan Ai-chan sekarang bersama ibu.”
“Gak, gak boleh. Kakak gak boleh bersama ibu” Kata Hiroshi yang ternyata adalah adik Ai-chan yang diikuti tangisan kerasnya. Ayah Ai-chan mendekapnya.Aku berpikir, sia-sia saja sekeras apapun kami menangis, gak akan ada yang berubah sama sekali. Ai-chan gak akan pernah hidup kembali. Apakah kami dapat menjalani hidup tanpamu? Bagiku Ai-chan adalah adikku yang sangat berharga. Aku tak sanggup membayangkan hari-hariku tanpa Ai-chan.                                                                                                                                                                                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar